Kajian Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Terhadap Kasus Money Laundring Nazarudin
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum
dan Pembangunan
Diusulkan oleh :
Kahfi Dirga Cahya, 1106084280,
Kriminologi Paralel 2011
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemajuan teknologi
memberikan kita peluang untuk melakukan sesuatu lebih mudah. Informasi yang
dulu sulit untuk diakses sekarang menjadi lebih praktis. Perdagangan barang dan
jasa yang dulu hanya dapat dilakukan secara tradisional, seperti bertemu di
satu tempat secara bersamaan, sekarang prosesnya dapat dilakukan secara online. Hal ini juga otomatis membawa
kemajuan pada sektor arus keuangan. Sehingga terlihat jelas bahwa dampak
globalisasi membawa semangat pembaharuan dan praktis.
Namun di lain sisi, kemajuan
teknologi dan globalisasi ini tidak melulu memberikan dampak positif. Jika
melihat dari perspektif sosial, dampak lain yang muncul adalah timbulnya
kejahatan yang dilakukan dalam lingkup suatu Negara atau lintas Negara baik
yang dilakukan perorangan maupun korporasi yang menghasilkan harta kekayaan
yang cukup besar, seperti: korupsi, penyelundupan barang/tenaga kerjaa, penggelapan, narkotika,
perjudian, kejahatan perpajakan, kehutanan dll.[1]
Pada praktekya, beberapa
kejahatan di atas memerlukan keahlian dan posisi tersendiri dalam melakukannya.
Dalam penjelasannya dibagi menjadi dua kategori secara garis besar. Hal ini
dimaksudkan agar tidak tercampurnya jenis-jenis kejahatan secara bersamaan yang
menyebabkan terbentuknya dugaan secara sporadis. Beberapa kejahatan yang memerlukan
keahlian diantaranya adalah penyelundupan barang/tenaga kerja, penggelapan,
narkotika, perjudian, kejahatan kehutanan,. Selain itu beberapa kejahatan yang
memerlukan posisi tersendiri adalah kejahatan yang cenderung mengarah ke
pengaturan keuangan, seperti korupsi dan perpajakan.
Setelah melakukan kejahatan,
para pelaku biasanya memiliki ketakutan tersendiri akan terugkapnya kasus
kejahatan dan berusaha menghilangkan barang bukti, terutama uang. Hal ini
dimaksudkan agar kasusnya tidak mudah terungkap. Oleh karena itu hasil dari
kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku disimpan ke dalam sistem keuangan (financial system). Pelaku biasanya memilih perbankan (banking system) sebagai tempat
penyimpanan. Tindakan tersebut dinamakan
sebagai pencucian uang (money laundering).
[2]
- Permasalahan
Seperti
dikutip dari Reuters, Jumat (17/2/2012), Indonesia bersama Pakistan, Ghana,
Tanzania, dan Thailand masuk dalam daftar hitam, berdasarkan data lembaga
pemantau pencucian uang Internasional The Financial Action Task Force
(FATF). FATF melihat kelima negara itu tidak memiliki komitmen
dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan bagi pelaku teror. Kelima negara
itu tidak memakai standar internasional untuk pencucian uang. Atas dasar itu
maka dimasukkan dalam daftar hitam.[3]
Jika melihat perkembangannya
kegiatan money laundering di
Indonesia, kegiatan ini menjadi suatu yang lumrah terjadi pada kalangan
korporasi, terutama mereka yang melakukan kejahatan korporasi. Seperti yang
dilakukan Nazarudin dalam kegiatan money
laundering nya dalam pembelian saham
maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia.[4] Sementara itu, aspek hukum
yang dinilai lemah dalam penerapannya menjadi satu permasalahan tersendiri.
Maka dari itu penulis mengajukan beberapa pertanyaan terkait, yaitu:
1.
Bagaimanakah kinerja aspek
hukum, terutama Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun
2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus pembelian saham
maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia oleh Nazarudin?
2.
Bagaimanakah langkah
pencegahan yang dilakukan pemerintah dalam perkembangan money laundering di Indonesia?
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
- Definisi
Konsep
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU), money
laundering, yaitu:[5]
“Pencucian Uang adalah
segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai denga ketentuan
dalam Undang-Undang ini, seperti menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.”
Fraser mengatakan bahwa: Money
laundering is quite simply the the process through which “dirty” money
(proceeds of crime) is washed trough “clean” or legitimate sources and
interprises so that “bad guys” may more safely enjoy their ill gotten gains.
(pencucian uang ukup sederhana diartikan sebagai proses dimana uang “kotor”
(hasil kejahatan), dicuci melaui sumber yang “bersih” sehingga para “orang
jahat” dapat menikmati keuntungan tersebut dengan aman).[6]
Menurut Gay Skessen terdapat beberapa alasan money laundering disebut sebagai tindak pidana. Pertama , karena
pengaruh money laundering pada sistem
keuangan dan ekonomi berdampak negatif
pada perekonomian dunia. Kedua, dengan diterapkannya money laundering sebagai tindak pidana dan adanya sistem pelaporan
transaksi dalam jumlah tertentu yang mencurigakan (Nasution, 2004).[7]
Menurut Munir Fuady dan Bambang Setijoprodjo, terdapat 13 modus
operandi kejahatan pencucian uang, yaitu:[8] (1) Loan Back. (2) C-Chase. (3) Transaksi dagang internasional
dengan menggunakn dokumen L/C. (4) Penyelundupan uang tunai. (5) Pembelian
perusahaan kemudian di jual lagi. (6) Over
invoices atau double invoices.
(7) Real estate. (8) Investasi
tertentu. (9) Perdgangan saham. (10) Piza
connection. (11) La Mina. (12) Deposit Taking. (13) Identitas Palsu
(Siahaan:2002).
Menurut Sutan Remy Syahdeni, ada beberapa faktor pendukung
terjadinya tindak pidana pencucian uang, yitu: (1) Faktor Globalisasi. (2)
Faktor Cepatnya Kemajuan Teknologi. (3) Faktor Ketentuan Rahasia Bank yang
Sangat Ketat dari Negara yang bersangkutan. (4) Belum diterapkannya asas “Know Your Customer” bagi perbankan dan
penyedia jasa keuangan secara sungguh-sungguh. (5) Faktor semakin maraknya e-banking (Jaringan Elektronik). (6)
Faktor penggunaan Electronic Money (uang
elektoronik). (7) Faktor dimungkinkannya penggunaan berlapis pihak pemberi jasa
hukum untuk melakukan penempatan dana. (8) Adanya undang-undang yang
memungkinkan kerahasiaan antara pengacara dan kliennya dan antara akuntan dan
kliennya. (10) Tidak sungguh-sungguh yang berwenang mengungkap identitas dari
kliennya.[9]
Wewenang PPATK, yaitu: a. meminta dan
mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta
yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi
pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
b. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c.
mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi
terkait; d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan
tindak pidana Pencucian Uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang.[10]
PPATK bertindak sebagai intelejen keuangan dimana dapat melakukan
kegiatan, (1)
Pengumpulan data (Data Collection) yaitu pengumpulan berbagai
informasi dari segala sumber baik dari aparat penegak hukum, PJK maupun
individual, seperti : laporan yang diwajibkan oleh UU TPPU kepada PJK dan
Ditjend Bea dan Cukai; informasi dari regulator; hasil penyelidikan dan
penyidikan pihak Kepolisian; informasi dari kantor imigrasi; dan hasil
permintaan informasi dari pihak lain. (2) Evaluasi data (data evaluation) yaitu melakukan penyaringan
data atau informasi yang diterima agar proses analisis dapat dilakukan dengan
lebih baik dan pada gilirannya dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang
relatif tepat. (3)
Penyimpanan (collation) yaitu kegiatan
penyimpanan secara aman dan rapi terhadap informasi benar-benar relevan melalui
system peng-index-an dan cross
referenced. (4) Analysis adalah proses penggabungan dan pengkajian atas semua
informasi yang dimiliki sehingga nantinya dapat membentuk suatu pola atau arti
tersendiri. (5) Dissemination
of Intelligence yaitu penyampaian
hasil analisis (kesimpulan / ramalan / perkiraan) yang didapat dari ke-empat
proses di atas kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti aparat penegak
hukum, regulator atau pihak lainnya. Penyampaian informasi intelijen kepada
pihak lain harus memperhatikan ketentuan “3 C’s” yaitu clear, concise and clock.. (6) Re-evaluation adalah proses review yang dilakukan
secara berkesinambungan atas seluruh proses intelijen yang dilakukan.[11]
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Kinerja aspek hukum, terutama Undang-Undang
(UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam Kasus
Pembelian Saham Maskapai Penerbangan Nasional Garuda Indonesia oleh Muhammad
Nazarudin
Pria itu lincah. Dia bergerak seperti seorang
yang memiliki banyak akses ke berbagai Negara. Pindah dengan sesuka hatinya.
Bagai tupai lompat yang dikejar-kejar mangsanya. Namun seperti pepatah, sepandai-pandainya
tupai melompat pasti akan jatuh juga. Itulah Nazarudin. Politikus Demokrat yang
juga memiliki perusahaan dan bisnis segudang di Indonesia. Pria yang lari
ketika namanya disebut-sebut KPK dalam kasus Wisma Atlet, dan pembelian saham
Garuda Indonesia. Pria yang akhirnya tertangkap oleh Kepolisian Kolombia di
Cartagena, Kolombia pada tanggal 7 Agustus 2011 akibat kepemilikan paspor
palsu.
Kasus ini bermula dari pada tanggal 21 April
2011, Mindo Rosalina Manulang (anak buah Nazarudin) tertangkap tangan penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi seusai serah terima suap bersama Mohamad El Idris
(Manajer PT Duta Graha Indah/ PT DGI) serta Sekretaris Menteri Pemuda dan
Olahraga Wafid Muharam. Kuasa hukum Mindo (sekarang bukan lagi), Kamaruddin
Simanjuntak, menyebut kalau Mindo hanya mengikuti perintah atasannya, Muhammad
Nazaruddin, untuk mengawal pemenangan PT DGI sebagai pelaksana proyek wisma
atlet SEA Games. Usut diusut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya
menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka kasus yang sama dengan Mindo.
Nazaruddin diduga menerima pemberian berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT
DGI, pemenang tender wisma atlet. Uang ini merupakan upaya pemenangan tender
yang dilakukan Nazaruddin melalui salah satu perusahaannya, PT Anak Negeri. Dalam
kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games 2011, Nazaruddin dituntut hukuman tujuh
tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta yang dapat diganti enam bulan
kurungan. Tim jaksa penuntut umum dalam persidangan yang berlangsung beberapa
waktu lalu menilai Nazaruddin terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar dari PT DGI.
Selaku penyelenggara negara, Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 12 huruf b
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan primer.
Pasal ini menjerat pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman maksimalnya 20 tahun penjara.[12]
Sejalan
dengan kasus di atas, Nazarudin yang dijerat sebagai tersangka dalam kasus suap
wisma atlet SEA Games 2011 juga melakukan kejahatan lain atas uang yang di
dapat dalam kasus tersebut. Hal ini dikatakan sebagai money laundering. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fraser bahwa Money
laundering is quite simply the the process through which “dirty” money
(proceeds of crime) is washed trough “clean” or legitimate sources and
interprises so thaht “bad guys” may more safely enjoy their ill gotten gains.
(pencucian uang ukup sederhana diartikan sebagai proses dimana uang “kotor”
(hasil kejahatan), dicuci melaui sumber yang “bersih” sehingga para “orang
jahat” dapat menikmati keuntungan tersebut dengan aman) (Syahdeni 2004).[13] Sejalan dengan itu, jika
melihat definisi secara aspek hukum dari Undang-Undang
(UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), money laundering, yaitu:[14]
“Pencucian uang adalah
segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai denga ketentuan
dalam Undang-Undang ini, seperti menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana.”
Pada praktiknya, ada lima perusahaan yang
bertugas membeli saham Garuda. Perusahaan Permai Raya Wisata membeli 30 juta
lembar saham senilai Rp22,7 miliar. Kemudian perusahaan Cakrawala Abadi membeli
50 juta lembar saham senilai Rp37,5 miliar. Eskharateek
membeli saham senilai Rp124,1 miliar. Perusahaan Pasific membeli 100 juta lembar saham senilai Rp75 miliar dan
Perusahaan Dharmakusuma membeli 55 juta lembar saham sebesar Rp41 miliar. Total
pembelian saham Garuda itu sebanyak Rp308 miliar. Sumber dananya semua berasal
dari keuntungan fee-fee proyek tahun
2010 dibawah Grup Permai.[15]
Melihat kasus Nazarudin, menurut Munir Fuady dan Bambang Setijoprodjo, modus operandi
kejahatan pencucian uang yang dilakukan adalah modus Real Estate, dimana pembelian saham itu hanya perusahaan-perusahaan
dilingkungan saja dengan tawaran lebih tinggi.[16] Nazarudin melakukan ini
untuk menyimpan uangnya ke dalam sistem yang lebih aman dan berorientasi untuk
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
Melirik pada UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU) pasal 3 Nazarudin dapat terkena pidana penjara paling lama 20 tahun
dan denda paling banyak Rp10.000.000 miliar.[17]
2.
Langkah Pencegahan yang Dilakukan Pemerintah Dalam Perkembangan Money Laundering di Indonesia
Seperti
dikutip dari Reuters, Jumat (17/2/2012), Indonesia bersama Pakistan, Ghana,
Tanzania, dan Thailand masuk dalam daftar hitam, berdasarkan data lembaga
pemantau pencucian uang Internasional The Financial Action Task Force
(FATF). FATF melihat kelima negara itu tidak memiliki komitmen
dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan bagi pelaku teror. Kelima negara
itu tidak memakai standar internasional untuk pencucian uang. Atas dasar itu
maka dimasukkan dalam daftar hitam.[18]
Money laundering sendiri merupakan sebuah tindak pidana dimana Menurut Gay Skessen
pengaruh money laundering pada sistem
keuangan dan ekonomi berdampak negatif
pada perekonomian dunia.[19] Hal ini menjadi titik tumpu
pemerintah Indonesia untuk melihat keganasan yang diakibatkan oleh money laundering. Selain itu, pemerintah
layaknya juga perlu melakukan satu bentuk pencegahan untuk perkembangan money laundering di Indonesia. Pada
praktiknya dunia Internasional telah lebih dulu melakukan upaya pemberantasan
dan pencegahan money laundering.
Salah satunya adalah dengan membentuk The
Financial Task Force and Money Laundering (FATF) pada tahun 1989 di Paris
yang sekaligus dibentuk oleh G-7 Summit.[20]
Melirik pada Indonesia, sebenarnya menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di
bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Lembaga ini merupakan
lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan
atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian
uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial
Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan
untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang
sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Dengan ini maka
pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak
pelakunya” kearah menyita “hasil tindak pidana”; Dengan dinyatakan money laundering sebagai tindak pidana dan
dengan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi
yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk
menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya.[21]
Sebagaimana yang kita tahu bahwa secara
komprehensif Wewenang PPATK, yaitu: a. meminta dan mendapatkan data dan
informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki
kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b.
menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c.
mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi
terkait; d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan
tindak pidana Pencucian Uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana Pencucian Uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang.[22]
Selanjutnya, PPATK juga dapat bertindak sebagai
intelejen keuangan dimana dapat melakukan kegiatan,[23] (1) Pengumpulan data (Data
Collection) yaitu pengumpulan berbagai informasi dari segala sumber
baik dari aparat penegak hukum, PJK maupun individual, seperti : laporan yang
diwajibkan oleh UU TPPU kepada PJK dan Ditjend Bea dan Cukai; informasi dari
regulator; hasil penyelidikan dan penyidikan pihak Kepolisian; informasi dari
kantor imigrasi; dan hasil permintaan informasi dari pihak lain. (2) Evaluasi
data (data evaluation) yaitu melakukan penyaringan data atau informasi yang diterima
agar proses analisis dapat dilakukan dengan lebih baik dan pada
gilirannya dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang relatif tepat. (3)
Penyimpanan (collation) yaitu kegiatan
penyimpanan secara aman dan rapi terhadap informasi benar-benar relevan melalui
system peng-index-an dan cross
referenced. (4) Analysis adalah proses penggabungan dan pengkajian atas
semua informasi yang dimiliki sehingga nantinya dapat membentuk suatu pola atau
arti tersendiri. (5) Dissemination of Intelligence yaitu penyampaian hasil analisis (kesimpulan
/ ramalan / perkiraan) yang didapat dari ke-empat proses di atas kepada
pihak-pihak yang membutuhkan seperti aparat penegak hukum, regulator atau pihak
lainnya. Penyampaian informasi intelijen kepada pihak lain harus memperhatikan
ketentuan “3 C’s” yaitu clear,
concise and clock.. (6) Re-evaluation adalah proses review yang dilakukan
secara berkesinambungan atas seluruh proses intelijen yang dilakukan.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada
dasarnya, kasus money laundering ini
merupakan kejahatan yang sangat jarang disentuh oleh hukum. Pelaku money laundering biasanya sangat lihai
dalam melakukan kejahatan ini, mereka berusaha semaksimal mungkin dalam
menyimpan serta memutar uang hasil kejahatan mereka. Hal itu mengakibatkan hukuman
atas pelaku tindak pidana pencucian uang dinilai masih rendah. Sehingga banyak
timbul protes dari masyarakat bahwa banyak
putusan hukuman terhadap pelaku tidak setimpal dengan kasus nya.
Padahal dalam kenyataanya ada empat keuntungan ketika
penegak hukum menggabungkan pasal TPPU dengan tindak pidana korupsi.[24]
Pertama, penggabungan kedua pasal akan menjerat
banyak aktor atau pelaku tindak pidana. UU TPPU memungkinkan penegak hukum
menjerat korporasi, pengendalinya, serta orang-orang yang turut memengaruhi
kebijakan korporasi. Kedua, ancaman hukuman lebih maksimal, baik itu pidana
penjara maupun denda. Ketiga, penggabungan ini juga efektif dalam
mengembalikan aset negara. Dimana pun, dan (aset) dalam bentuk apa pun, bisa
disita oleh penegak hukum. Keempat, penggabungan kedua pasal pidana ini juga
dinilai efektif dalam memiskinkan koruptor.
DAFTAR
PUSTAKA
David
Fraser. Lawyers, Guns and Money,
Economics and Ideology on The Money Trail. Yang dimuat dalam: Jurnal Hukum Bisnis Volume 22
No. 3 Tahun 2003
Nasution,
Bismar. 2005. Rezim Anti Money Laundering
di Indonesia. Pusat Informasi Hukum Indonesia. Bandung.
Nurmalawaty.
2006. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak
Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Equality. Vol 11. No. 1
Siahaan,
NHT. 2002. Money Laundering, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan.
Cetakan I. Pustaka Sinar Harapan Jakarta
Syahdeni,
Sutan Remy. 2003. Pencucian Uang:
Pengertian, Sejarah, Faktor-Faktor Penyebab dan Dampaknya Bagi Masayarakat.
Jurnal Hukum Bisnis Vol 22. No. 3.
Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
http://www.beritasatu.com/nasional/31243-nazaruddin-jadi-tersangka-pencuciang-uang-saham-garuda.html
http://www.fatf-gafi.org/
http://www.nasional.kompas.com/read/2012/04/20/09381679/Nazaruddin.dari.Kursi.Dewan.hingga.Meja.Hijau
http://www.nasional.kompas.com/read/2012/05/05/13073353/Penegak.Hukum.Enggan.Gunakan.Pasal.Pencucian.Uang
http://www.pikiran-rakyat.com/node/176756
http://www.rimaru.web.id/pencegahan-dan-pemberantasan-tindak-pidana-pencucian-uang/
[1]
Nurmalawaty. 2006. Faktor Penyebab
Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya
Pencegahannya. Jurnal Equality.
Vol 11. No. 1
[2] Ibid, 12
[3]
http://www.fatf-gafi.org/
[4]
http://www.pikiran-rakyat.com/node/176756
[5]
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
[6] David
Fraser, Lawyers, Guns and Money, Economics and Ideology on The Money Trail.
Yang dimuat dalam: Jurnal Hukum Bisnis
Volume 22 No. 3 Tahun 2003
[7]
Nasution, Bismar. 2005. Rezim Anti Money
Laundering di Indonesia. Pusat Informasi Hukum Indonesia. Bandung.
[8] Siahaan,
NHT. 2002. Money Laundering, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan.
Cetakan I. Pustaka Sinar Harapan Jakarta
[9] Syahdeni,
Sutan Remy. 2003. Pencucian Uang:
Pengertian, Sejarah, Faktor-Faktor Penyebab dan Dampaknya Bagi Masayarakat.
Jurnal Hukum Bisnis Vol 22. No. 3.
[10]
UU No. 8 Tahun 2010, op. cit. Pasal
41 (1)
[11]
rimaru.web.id/pencegahan-dan-pemberantasan-tindak-pidana-pencucian-uang/
[12]
nasional.kompas.com/read/2012/04/20/09381679/Nazaruddin.dari.Kursi.Dewan.hingga.Meja.Hijau
[13]
David Fraser, Loc. Cit.
[14]
UU No 8 Tahun 2010, Loc. Cit.
[15]
http://www.beritasatu.com/nasional/31243-nazaruddin-jadi-tersangka-pencuciang-uang-saham-garuda.html
[16]
UU No. 8 tahun 2010, Op. Cit Pasal 3
[17]
Siahaan, NHT. 2002, Loc. Cit.
[18]
http://www.fatf-gafi.org/
[19]
Lihat halaman 3
[20]
Nurmalawaty. Faktor Penyebab Terjadinya
Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya. Op Cit. Hal 15
[21]
rimaru.web.id/pencegahan-dan-pemberantasan-tindak-pidana-pencucian-uang/
[22]
Lihat halaman 4
[23]
rimaru.web.id/pencegahan-dan-pemberantasan-tindak-pidana-pencucian-uang/
[24]http://nasional.kompas.com/read/2012/05/05/13073353/Penegak.Hukum.Enggan.Gunakan.Pasal.Pencucian.Uang
0 comments:
Posting Komentar