oleh Kahfi Dirga Cahya, 1106084280
Kekuasaan eksekutif biasanya
dipegang oleh badan eksekutif. Di negara – negara demokratis badan eksekutif
biasanya terdiri atas kepala negara, seperti raja atau presiden, besserta
menteri – menterinya. Tugas bada eksekutif, menurut tafsiran tradisional atas
Trias Politika, hanya melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang – undang yang dibuat
badan legislatif. Akan tetapi dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa
sekali ruang geraknya. Wewenang badan eksekutif diantarain lain adakah,
administrative, legislatif, keamanan, yudikatif, dan diplomatic. Ada dua macam
sistem di badan eksekutif. Pertama sistem parlementer. Dalam sistem ini badan
eksekutif dan bagdan legislatif bergantung satu sama lain. Cabinet, sebagai
bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawan, diharap mencermika kekuatan
– kekuatan politik dalam badan legislatif yang mendukungnya, dan mati hidupnya
kebinet bergantung pada dukungan badan legislatif. Ada beberapa negara yang
memakai sistem parlementer, diantaranya adalah Republik Perancis IV, Republik
Perancis V, Inggris dan India. Kedua adalah sistem Presidensial. Dalam sistem
ini kelangsungan hidup badan eksekutif tidak tertanggung pada badan legislatif,
dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan tertentung. Kebebasan badan
eksekutif terhadapa badan legislatif mengakibatkan kedudukan badan eksekutif
lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Ada beberapa contoh dari negara
yang menerapkan sistem presidensial, diantaranya yaitu Amerika Serikat,
Pakistan. Sedangkan badan eksekutif di Indonesia sendiri merupakan produk yang
diatur oleh UUD 1945. Artinya, presiden di bawah UUD 1945 hasil amandemen
adalah presiden sistem presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat
dberhentikan oleh DPR karena masalaha – masalah politik;sebaliknya presiden
tidak dapat membubarkan DPR.
Badan legislatif atau legislature
mencermikan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau membuat undang – undang, menurut teori yang
berlaku, rakyatlah yang berdaulat;rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu
“kehendak”. Tidak dari semua badan legislatif mempunyai wewenang untuk
memnentukan kebijakan umum. Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada
di tangan rakyat, maka badan legislatif menjadi badan yang berhak
menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan
menuangkannya dalam undang – undang. Badan kegislatif di negara – negara
demokratis disusun sedemikian ruoa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat
dan pemerintah bertanggung jawab kepadanya. Ada dua masalah dalam perwakilan
(representasi) pertama adalah perwakilan politik dan perwakilan fungsional.
Kedua adalah menyangkut peran anggota parlemen sebagai trustee, dan perannya sebagai pengemban “mandate” Perwakilan adalah
konsep bahwa seorang atau suatu kelompok memopunyai kemampuan atau kewajiban
untuk bicara dan bertindak aatas nama suatu kelompok yang lebih besar. Di dalam
badan legislated di bentuk dua kategori sistem majelis. Pertama adalah sistem
satu majelis. Sistem satu majellis berpendapat bahwa satu kamar mencermikan
mayoritas dari “kehendak rakyat” karena biasanya dipilih langsung oleh rakyat.
Sedsngkan kedua sistem dua majelis. Sistem ini
yakin bawha kekuasaan sistem satu majelis perlu di batasi, karena
memberikan peluang untuk menyalahgunakan wewenang. Dalam sistem dua majelis,
dibagi menjadi dua kategori lagi, yaitu Majelis tinggi dan majelis rendah.
Badan legislatif memiliki dua fungsi, yaitu pertama menentukan kebijakan dan
membuat undang – undang. Kedua mengontrol badan eksekutid dalam arti menjaga
agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan. Menurut teroi yang berlaku tugas utama legislatif terletak di
bidang perundang – undangan, sekalipun ia tidak mempunyai monopoli di bidang
itu. Akan tetatpi dewasa ini telah menjadi gejala umum ahwa titik berat di bidang lesgilatif tekah
bawnyak bergeser ke badan eksekutif. Mayoritas undang – undang dirumuskan dan
dipersiapkan oleh badan eksekutif, sedangkan badan legislatif tinggal membahas
dan mengamandemennya. Kemudian, ada fungsi control. Pengawasan dilakukan
melalui sidang panitia – panitia legislatif dan melalui hak – hak control
khusus seperti, pertanyaan parlementer, interpelasi, angket, dan mosi. Badan legislatif
di negara otoriter. Peranan dan wewenag badan legislatif di negara – negara
komunis berlainan sekali dengan badan legislattif di negara – negara demokratis
karena didasari oleh ideology komunis. Kemudian, badan legislatif di Indonesia.
Setidaknya ada 15 DPR di Indonesia. Dari Volksraad 1918-1942 sampai dengan DPR
hasil pemilihan umum 2004. Sedangkan MPR berjumlah 6. Dari MPR(S) masa
Demokrasi Terpimpin, 1960-1965 sampai dengan MPR hasil amandemen UUD 1945.
Suatu studi mengenai kekuasaan
yudikatif sebenarnya bersifat teknis yuridis dan termasuk bidang ilmu hukum
daripada bidan ilmu politk, kecuali di beberapa negara di mana Mahkamah Agung
memainkan peranan politik berdasarkan konsep judicial review. Sehubungan
dengan pembicaraan mengenai kekuasaan yudikatif, dalam hal ini kita perlu
membicarakan dua sistem hukum yang berbeda, yaitu: common law dan civil law.
Common law sendiri merupakan
peraturan yang dianggap sebagai peraturan – peraturan lain, selain dari
peraturan yang dibuat oleh parlemen. Sedangkan Civil Law merupakan kumpulan undang – undang dan peraturan yang
menjadi pedoman bagi hakim dalam menyelesaikan persoalan – persoalan. Baik
dalam Common Law dan Civil Law hakim secara teoritis berhak
memberikan keputusan baru, terlepas dari jurisprudensi atau undang – undang
yang biasa mengikatnya, dengan evaluasi atau re-evaluasi jurisprudensi dahulu
atau interpretasi atau re-interpretasi baru Kitab Undang – Undang lama. Negara
komunis memandang terhadap peranan dan wewenang badan yudikatif berdasarkan
suatu konsep yang dinamakan konsep Soviet
Legality. Anggapan ini erat hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan
komunisme di Uni Soviet melalui suatu masa revolusi sampai dengan tercapainya
negara sosialis. Suatu cirri yang terdapat dikebanyakan negara negara, baik
yang memakai sistem Common Law atau Civil Law ialah hak menguji, yaitu hak
menguji apakah peraturan-peraturan hukum yang lebih rendah dari undang-undang
sesuai atau tidak dengan undand-undang yang bersangkutan. Khusus untuk cabang
kekuasaan yudikatif, prinsip yang tetap dipegang ialah bahwa dalam tiap negara
hukum badan yudikatif haruslah bebas dari campur tangan badan eksekutif. Ini
dimaksudkan agar badan yudikatif dapat berfungsi sewajarnya demi penegakan
hukum dan keadilan serta menjamin hak – hak asasi manusia. Kekuasaan badan
yudikatif di Indonesia. Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya
sistem Hukum Perdata, hingga kini masih terdapat dualism, yaitu pertama sistem
hukum adat. Kedua sistem hukum Eropa Barat. Kekuasaan badan yudikatif di
Indonesia setelah masa reformasi dibagi menjadi tujuh kategori, di antaranya
ialah Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Komisi Hukum
Nasional, Komisi Pemberantasan Kourupsi, Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan, dan Komisi Ombudsman Nasional.
0 comments:
Posting Komentar