oleh
Kahfi Dirga Cahya, 1106084280
Pada
hakikatnya kebudayaan mempunyai sifat dinamis namun juga statis. Sifat dinamis
yang dimaksud adalah dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu. Kemudian
yang dimaksud dengan sifat statis adalah esensi kebudayaan itu sendiri yang
tidak dapat berubah sampai kapanpun.
Atribut kebudayaan juga merupakan salah bagian dari hasil
kebudayaan itu sendiri yang bersifat statis. Atribut kebudayaan berfungsi
sebagai identitas dari suatu kebudayaan secara konkrit. Dari atribut kebudayaan
kita berangkat menyingkap kebudayaan dari segi identitas suatu kebudayaan
kepada khalayak luas.
Dari hasil diskusi kelompok kemarin mengenai atribut
kebudayaaan berdasarkan asal daerah masing-masing. Saya bisa mengambil
hipotesis bahwa atirbut kebudayaan yang digunakan sebagai identitas suatu
kebudayaan mereka masing-masing mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan banyak
dari mereka enggan untuk melestarikan suatu identitas dikarenakan anggapan
mereka tentang identitas kebudayaan yang terlalu berbelit. Pasalnya identitas
kebudayaan bukan hanya sekadar bahasa sehari-sehari kebudayaan, melainkan
contoh konkrit lain yang mendukung suatu kebudayaan seperti rumah adat,
makanan, hiasan, baju, tari dan musik.
Sosialisasi
dan Enkulturasi
Tidak terlestarikannnya suatu atribut kebudayaan dengan
baik juga bisa dikarenakan proses sosialisasi yang tidak terlaksana dengan
sempurna. Proses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam
hubungan sistem sosial. Hal ini berarti sosialisasi kebudayaan juga berkaitan
langsung dengan sistem sosial. Dalam hal ini sistem sosial berperan aktif untuk
memberikan dorongan kepada seseorang untuk tetap melestarikan suatu kebudayaan,
dengan mengaktifkan atribut kebudayaan di setiap kesempatan seharinya.
Lalu proses enkulturasi juga mempengaruhi orang untuk
bisa mengaktifkan suatu atribut kebudayaan. Proses enkulturasi sendiri adalah
proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Jika
seroang tidak dapat menyesuaikan diri pada ada dan perarturan yang hidup dalam
kebudayaannya, maka bisa dipastikan proses sosialisasi awal yang sempurna tidak
dapat tertransmisi dengan sempurna. Jika saya melihat dari contoh kasus
beberapa teman kelompok saya, dalam keluarga mereka seringkali proses
enkulturasi tidak berjalan dengan sempurna bahkan mandek karena ada mereka gagal mensejajarkan kehidupan mereka
sekarang ini dengan kebudayaan asli mereka.
Asimilasi
dan Alkuturasi
Dewasa ini saya sering sekali menemukan dua kebudayaan
yang bertemu dalam satu keluarga dibawah payung ikatan pernikahan. Namun,
permasalahannya dua kebudayaan yang bertemu ini seringkali memunculkan
kebudayaan baru di dalamnya. Tapi tidak menutup kemungkinan ada satu kebudayaan
yang tetap bertahan atau kedua kebudayaan tetap berjalan dengan
sendiri-sendiri.
Masalah yang sering muncul adalah dominansi suatu
kebudayaan terhadapa suatu kebudayaan lainnya dalam suatu keluarga. Hal ini
biasa dikatakan sebagai asimilasi. Jika kita melihat dari efektivitasnya,
asimilasi suatu kebudayaan dalam suatu keluarga tidaklah perlu terjadi,
dikarenakan akan ada satu kesenjangan sosial tentang suatu kebudayaan dalam satu
keluarga.
Seharusnya dalam satu keluarga harus ada akulturasi
kebudayaan. Akulturasi sendiri merupakan proses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan itu
sendiri. Hal ini adalah proses yang efektif dalam satu keluarga. Karena selain
tidak menghilangkan kebudayaan masing-masing, proses ini juga dapat memperkaya
khasanah budaya dikarenakan ada satu atirbut kebudayaan baru dari hasil
akulturasi tersebut.
Secara garis besar, esensi kebudayaan yang bersifat
statis haruslah dipertahankan keberadaannya. Karena, esensi kebudayaan ini
merupakan nadi dari suatu keberlangsungan kebudayaan itu sendiri.
Daftar
Pustaka
Koentjaraningrat.
2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
0 comments:
Posting Komentar