Recent News

Minggu, 25 Desember 2011

Dinamika Kebudayaan



oleh Kahfi Dirga Cahya, 1106084280

Pada hakikatnya kebudayaan mempunyai sifat dinamis namun juga statis. Sifat dinamis yang dimaksud adalah dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu. Kemudian yang dimaksud dengan sifat statis adalah esensi kebudayaan itu sendiri yang tidak dapat berubah sampai kapanpun.
            Atribut kebudayaan juga merupakan salah bagian dari hasil kebudayaan itu sendiri yang bersifat statis. Atribut kebudayaan berfungsi sebagai identitas dari suatu kebudayaan secara konkrit. Dari atribut kebudayaan kita berangkat menyingkap kebudayaan dari segi identitas suatu kebudayaan kepada khalayak luas.
            Dari hasil diskusi kelompok kemarin mengenai atribut kebudayaaan berdasarkan asal daerah masing-masing. Saya bisa mengambil hipotesis bahwa atirbut kebudayaan yang digunakan sebagai identitas suatu kebudayaan mereka masing-masing mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka enggan untuk melestarikan suatu identitas dikarenakan anggapan mereka tentang identitas kebudayaan yang terlalu berbelit. Pasalnya identitas kebudayaan bukan hanya sekadar bahasa sehari-sehari kebudayaan, melainkan contoh konkrit lain yang mendukung suatu kebudayaan seperti rumah adat, makanan, hiasan, baju, tari dan musik.
Sosialisasi dan Enkulturasi
            Tidak terlestarikannnya suatu atribut kebudayaan dengan baik juga bisa dikarenakan proses sosialisasi yang tidak terlaksana dengan sempurna. Proses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan sistem sosial. Hal ini berarti sosialisasi kebudayaan juga berkaitan langsung dengan sistem sosial. Dalam hal ini sistem sosial berperan aktif untuk memberikan dorongan kepada seseorang untuk tetap melestarikan suatu kebudayaan, dengan mengaktifkan atribut kebudayaan di setiap kesempatan seharinya.
            Lalu proses enkulturasi juga mempengaruhi orang untuk bisa mengaktifkan suatu atribut kebudayaan. Proses enkulturasi sendiri adalah proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Jika seroang tidak dapat menyesuaikan diri pada ada dan perarturan yang hidup dalam kebudayaannya, maka bisa dipastikan proses sosialisasi awal yang sempurna tidak dapat tertransmisi dengan sempurna. Jika saya melihat dari contoh kasus beberapa teman kelompok saya, dalam keluarga mereka seringkali proses enkulturasi tidak berjalan dengan sempurna bahkan mandek karena ada mereka gagal mensejajarkan kehidupan mereka sekarang ini dengan kebudayaan asli mereka.
Asimilasi dan Alkuturasi
            Dewasa ini saya sering sekali menemukan dua kebudayaan yang bertemu dalam satu keluarga dibawah payung ikatan pernikahan. Namun, permasalahannya dua kebudayaan yang bertemu ini seringkali memunculkan kebudayaan baru di dalamnya. Tapi tidak menutup kemungkinan ada satu kebudayaan yang tetap bertahan atau kedua kebudayaan tetap berjalan dengan sendiri-sendiri.
            Masalah yang sering muncul adalah dominansi suatu kebudayaan terhadapa suatu kebudayaan lainnya dalam suatu keluarga. Hal ini biasa dikatakan sebagai asimilasi. Jika kita melihat dari efektivitasnya, asimilasi suatu kebudayaan dalam suatu keluarga tidaklah perlu terjadi, dikarenakan akan ada satu kesenjangan sosial tentang suatu kebudayaan dalam satu keluarga.
            Seharusnya dalam satu keluarga harus ada akulturasi kebudayaan. Akulturasi sendiri merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan itu sendiri. Hal ini adalah proses yang efektif dalam satu keluarga. Karena selain tidak menghilangkan kebudayaan masing-masing, proses ini juga dapat memperkaya khasanah budaya dikarenakan ada satu atirbut kebudayaan baru dari hasil akulturasi tersebut.
            Secara garis besar, esensi kebudayaan yang bersifat statis haruslah dipertahankan keberadaannya. Karena, esensi kebudayaan ini merupakan nadi dari suatu keberlangsungan kebudayaan itu sendiri.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

0 comments:

Posting Komentar

Open Panel

Label

Blogroll

Labels