Recent News

Minggu, 25 Desember 2011

Antropologi : Sisi Sejarah dan Pendekatan



oleh Kahfi Dirga Cahya, 1106084280

            Antropologi berkembang dari suatu kejadian dimana pada saat itu beberapa penjajah dari bangsa Eropa Barat pulang ke negaranya masing – masing dan membawa sesuatu yang lain dan tidak ditemukan di negaranya. Mereka saling berbagi informasi antara satu sama lain tentang tempat yang mereka singgahi. Benua Asia, Afrika, dan Amerika merupakan tempat yang sempat orang Eropa Barat singgahi. Ketiga benua ini masing – masing  memiliki sesuatu yang berbeda dan tidak dimiliki bangsa Eropa Barat. Maka dari itu, orang Eropa Barat mencatat semua yang berbeda seperti tentang adat – istiadat dan ciri – ciri fisik. Hal yang dideskripsikan dan dicatat tersebut dinamakan Etnografi.
            Kemudian setelah terkumpul berbagai informasi dari berbagai informasi, maka bangsa Eropa Barat tertarik untuk lebih dalam mempelajari tentang sejarah perkembangan manusia di ketiga Benua tersebut. Bersamaan dengan itu pula, bangsa Eropa Barat sedang mengalami krisis rempah – rempah dan mengharuskan mereka untuk mencari sumber – sumber baru penghasil rempah – rempah untuk mencukupi kebutuhan mereka. Niat untuk mencari rempah – rempah dengan bekal etnografi dan semangat etnologi ternyata berubah haluan menjadi sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya. Kolonialisme dan misionaris.
            Di awal abad 20 , sebagian negara Eropa Barat yang dikenal sebagai penjajah berhasil mencapai kepastian untuk menguasai di daerah – daerah luar eropa. Pertentangan pun dimulai. Pertentangan muncul dari masyarakat atau bangsa yang merasa dirinya terjajah. Namun, berkat bekal etnografi yang telah dikumpulkan tadi, penjajah dengan lenggang berjalan di atas pertentangan yang mulai surut akibat sudah terbacanya tiap gerak – gerik masyarakat setempat. Etnografi sendiri merupakan cikal bakal dari Antropologi, maka tidak salah jika Etnografi juga disebut sebagai bagian dari Antropologi. Dengan kata lain, Antropologi juga berperan penting dalam pengkaitannya dengan mempelajari ilmu – ilmu bangsa lain secara komprehensif dan diaplikasikan dalam bentuk kolonialisme atau pembelajaran.
            Oleh karena Antropologi ikut berperan serta dalam kelancaran kolonialisme, ilmu ini dirasa tidak memiliki tempat khusus dalam negara – negara yang pernah disinggahi kolonialisme. Sebagian dari mereka berpendapat, Antropologi telah ikut serta memberikan sumbangsih untuk perkembangan kolonialisme di negaranya. Indonesia adalah salah satunya. Maka dari persepsi tersebut, Antropologi di Indonesia menjadi ilmu yang tidak terlalu diperhitungkan keberadaanya. Hanya beberapa dari mereka yang sadar dan paham tentang Antropologi saja yang menilai Antropologi merupakan dasar kebudayaan tiap bangsa. Padahal tujuan akademis dari Antropologi mempunyai arti tersendiri yang menarik jika aplikasikan, yaitu mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
            Sementara itu, lebih dari persoalan antara tingkat  kebudayaan minor menjadi mayoritas. Antropologi sendiri memiliki dua sisi dalam mempelajari manusia. Pertama, Antropologi mempelajari tentang Biologi, atau biasa disebut Antropologi Biologi. Pembelajaran ini membahas tentang manusia lewat ciri – cirri fisik yang juga tidak dapat memastikan apakah hasil pembelajaran itu benar atau tidak. Kedua, Antropologi mempelajari tentang aspek – aspek pendukung kebudayaan serta budaya itu sendiri. Pembelajaran ini memberikan sedikit ruang untuk lebih memahami konteks manusia seutuhnya lewat dimensi pendekatan berbeda, yaitu kebudayaan yang juga aspek luar dari sisi kehidupan manusia.
            Setelah membahas dimana saja Antropologi memberikan celah untuk memperdalam keberadaan manusia, kita akan menemukan cara Antropolog dalam melihat, mendeskripsikan, dan memecahkan problematik dari suatu daerah yang dinilai memerlukan kajian Antropologis. Pendekatan holistik merupakan salah satu dari cara Antropolog mengkaji suatu permasalahan yang dirasa penting untuk dikaji secara Antropologis untuk menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak tanpa merugikan siapapun, terutama masyarakat setempat.  Pendekatan holistik sendiri memiliki beberapa unsur pendukung, yaitu fungsional, sistemis, konfigurasi, integratif, dan kontekstual. Dengan arti lain, pendekatan holistik ialah melihat sesuatu dari satu mata rantai atau secara sistemis. Asumsinya adalah, Antropolog mempertimbangkan semua unsur – unsur yang memungkinkan akan menjadi penghalang untuk pemecahan problematik atau akibat – akibat yang timbul jika ada sesuatu yang tidak diinginkan.
            Setelah pendekatan holistik terbentuk, maka akan ada emic approach dan ethic approach dari Antropolog. Emic approach ialah pendekatan menurut pandangan masyarakat yang berada di sana, antara mereka dan dunia mereka. Sementara ethic approach merupakan pendekatan menurut pandangan kita sendiri, antara pandangan kita, dan dunia kita terhadap mereka. Dalam perbedaan dua jenis pendekatan ini kita bisa mendapatkan sumber – sumber atau unsur berbeda dalam pemecahan problematik setempat atau sekadar mempelajari kehidupan masyarakat setempat.
            Sehingga kesimpulannya, Antropologi memberikan kesempatan – kesempatan untuk berpikir dalam dua sisi dan tidak secara konservatif. Hal ini menjadikan kita untuk tetap melihat sekitar, tidak hanya berbekal apa yang kita ketahui dalam satu hal tapi juga tentang apa yang tidak ketahui tentang satu hal yang sama. Karena kita tidak dapat mengukur dunia dengan satu kacamata.

Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

0 comments:

Posting Komentar

Open Panel

Label

Blogroll

Labels