Nama : Kahfi Dirga Cahya
NPM : 1106084280
Mata kuliah : Enterprise
and White Collar Crime
Jurusan : Kriminologi - FISIP UI
Jurusan : Kriminologi - FISIP UI
Secara teoritis white collar
crime (kejahatan kerah putih) menurut Edelhertz (1970:3) adalah
perbuatan atau serangkaian perbuatan ilegal yang dilakukan secara non fisik dan
dengan sembunyi-sembunyi atau tipu muslihat, untuk mendapatkan uang atau
barang, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau barang, atau
untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan maupun bagi diri sendiri[1].
Dapat dilihat dari penjelasan teoritis di atas bahwa kejahatan kerah putih
dapat melibatkan berbagai subjek, mulai dari perseorangan ataupun secara
bersama yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi atau
perusahaan. Bloch dan Geis (1970) membagi kejahatan kerah putih dalam lima
bagian[2],
yaitu:
A. Sebagai individual (dilakukan oleh profesional seperti pengacara,
dokter)
B. Pekerja terhadap perusahaan atau bisnis (contohnya korupsi)
C. Petugas pembuat kebijakan untuk perusahaan (contohnya dalam kasus
anti monopoli)
D.Pekerja perusahaan terhadap masyarakat umum (contohnya penipuan
iklan),
E. Pelaku bisnis terhadap konsumennya (contohnya penipuan konsumen).
Dari pembagian yang dilakukan oleh Bloch dan Gleis di atas, kita bisa
ambil satu contoh kasus yaitu, kasus korupsi yang dilakukan Gayus Tambunan[3],
seorang petugas Ditjen (Direktur Jenderal) Pajak. Jika dilihat dari bagiannya,
korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan adalah jenis kejahatan yang
menggunakan pekerjaannya sebagai perantara. Selain itu, Gayus juga menutupi
kejahatan kerah putih yang ia lakukan. Sehingga ia bebas melakukan
kejahatannya. Gayus dalam hal ini berusaha mengambil keuntungannya secara
pribadi.
Dalam prakteknya kejahatan kerah putih juga memiliki power (kekuatan) yang menunjang. Hal ini
dapat dilihat dari contoh kasus seperti Inong Malinda Dee, Relation Manager Citigold, Vice President, di Citibank[4].
Modus yang dilakukan oleh Malinda Dee, yakni menyodorkan form transfer kosong
kepada nasabah agar ditandatangani. Tujuannya, agar dia bisa leluasa
memindahkan uang mereka ke sejumlah rekening[5].
Jika
dilihat dari modus yang digunakan, maka terlihat jelas bahwa Malinda Dee
menggunakan kekuatan yang ia punya di tempat pekerjaannya untuk melakukan
kejahatan kerah putih. Kejahatan kerah putih yang dia lakukan juga di dukung
oleh ketidaktahuan korban terhadap apa yang sudah dilakukan Malinda Dee
terhadap rekeningnya. Lebih dari itu, korban juga lebih terintimidasi atau
dirugikan. Ketidaktahuan korban dan intimidasi yang didapat korban ini
merupakan karakteristik kejahatan kerah putih yang di deskripsikan oleh Vito
dan Holmes (1994:383-384)[6].
Dalam praktinya,
kejahatan kerah putih juga melibatkan persepsi korban terhadap pelaku. Menurut
Sarlito Wirawan (1995: 77) menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil hubungan
antar manusia dengan lingkungan kemudian diproses dalam alam kesadaran
(kognisi) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman tentang masa lampau,
minat, sikaf, intelegensi, dimana hasil penelitian terhadap apa yang
diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku[7].
Sehingga dapat diasumsikan bahwa persepsi merupakan bentuk argumentatif
tersendiri dari seseorang terhadap lingkungan. Dari penjelasan di atas,
persepsi yang diberikan korban terhadap pelaku biasanya keraguan korban
terhadap pelaku. Keraguan ini dapat berupa mulai lunturnya kepercayaan korban terhadap
pelaku dalam melakukan bisnis atau lainnya, seperti yang dijelaskan oleh Vito
dan Holmes (1994:383-384)[8]
dan juga dapat berupa keraguan korban bahwa pelaku melakukan kejahatan kerah
putih. Asumsi ini didasari oleh kepercayaan korban tentang pelaku yang memiliki
posisi tinggi atau terhormat dalam satu tatanan masyarakat atau perusahaan.
[1] Helbert Edelhertz. 1970. The Nature, Impact, and Prosecution of White
Collar Crime. Washington, DC: US Government Printing Office
[2] Helbert A. Bloch and Gilbert
Geis. 1970. Man, Crime, and Society.
2nd Ed. New York: Random House. Hal. 307
[3]http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=124165:kasus-gayus-ditemukan-buktibaru&catid=14:medan&Itemid=27
[4]
http://oktavita.com/malinda-dee-hot.htm
[5]
http://www.kejari-jaksel.go.id/berita.php?news=366
[6] Gennaro F. Vito and Ronald M.
Holmes. Op.cit. Hal. 383-384.
[7]
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1997), h. 39.
[8] Gennaro F. Vito and Ronald M.
Holmes. Op.cit. Hal. 383-384.
0 comments:
Posting Komentar