Recent News

Kamis, 26 April 2012

Narasi Faktor – Faktor yang Memunculkan Korban White Collar Crime

Nama              : Kahfi Dirga Cahya
NPM               : 1106084280
Mata kuliah    : Enterprise and White Collar Crime
Jurusan           : Kriminologi - FISIP UI
 
Secara teoritis white collar crime  (kejahatan kerah putih) menurut Edelhertz (1970:3) adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan ilegal yang dilakukan secara non fisik dan dengan sembunyi-sembunyi atau tipu muslihat, untuk mendapatkan uang atau barang, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau barang, atau untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan maupun bagi diri sendiri[1]. Dapat dilihat dari penjelasan teoritis di atas bahwa kejahatan kerah putih dapat melibatkan berbagai subjek, mulai dari perseorangan ataupun secara bersama yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi atau perusahaan. Bloch dan Geis (1970) membagi kejahatan kerah putih dalam lima bagian[2], yaitu:
A. Sebagai individual (dilakukan oleh profesional seperti pengacara, dokter)
B. Pekerja terhadap perusahaan atau bisnis (contohnya korupsi)
C. Petugas pembuat kebijakan untuk perusahaan (contohnya dalam kasus anti monopoli)
D.Pekerja perusahaan terhadap masyarakat umum (contohnya penipuan iklan),
E. Pelaku bisnis terhadap konsumennya (contohnya penipuan konsumen).
Dari pembagian yang dilakukan oleh Bloch dan Gleis di atas, kita bisa ambil satu contoh kasus yaitu, kasus korupsi yang dilakukan Gayus Tambunan[3], seorang petugas Ditjen (Direktur Jenderal) Pajak. Jika dilihat dari bagiannya, korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan adalah jenis kejahatan yang menggunakan pekerjaannya sebagai perantara. Selain itu, Gayus juga menutupi kejahatan kerah putih yang ia lakukan. Sehingga ia bebas melakukan kejahatannya. Gayus dalam hal ini berusaha mengambil keuntungannya secara pribadi.
Dalam prakteknya kejahatan kerah putih juga memiliki power (kekuatan) yang menunjang. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus seperti Inong Malinda Dee, Relation Manager Citigold, Vice President, di Citibank[4]. Modus yang dilakukan oleh Malinda Dee, yakni menyodorkan form transfer kosong kepada nasabah agar ditandatangani. Tujuannya, agar dia bisa leluasa memindahkan uang mereka ke sejumlah rekening[5].
Jika dilihat dari modus yang digunakan, maka terlihat jelas bahwa Malinda Dee menggunakan kekuatan yang ia punya di tempat pekerjaannya untuk melakukan kejahatan kerah putih. Kejahatan kerah putih yang dia lakukan juga di dukung oleh ketidaktahuan korban terhadap apa yang sudah dilakukan Malinda Dee terhadap rekeningnya. Lebih dari itu, korban juga lebih terintimidasi atau dirugikan. Ketidaktahuan korban dan intimidasi yang didapat korban ini merupakan karakteristik kejahatan kerah putih yang di deskripsikan oleh Vito dan Holmes (1994:383-384)[6].
Dalam praktinya, kejahatan kerah putih juga melibatkan persepsi korban terhadap pelaku. Menurut Sarlito Wirawan (1995: 77) menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil hubungan antar manusia dengan lingkungan kemudian diproses dalam alam kesadaran (kognisi) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman tentang masa lampau, minat, sikaf, intelegensi, dimana hasil penelitian terhadap apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku[7]. Sehingga dapat diasumsikan bahwa persepsi merupakan bentuk argumentatif tersendiri dari seseorang terhadap lingkungan. Dari penjelasan di atas, persepsi yang diberikan korban terhadap pelaku biasanya keraguan korban terhadap pelaku. Keraguan ini dapat berupa mulai lunturnya kepercayaan korban terhadap pelaku dalam melakukan bisnis atau lainnya, seperti yang dijelaskan oleh Vito dan Holmes (1994:383-384)[8] dan juga dapat berupa keraguan korban bahwa pelaku melakukan kejahatan kerah putih. Asumsi ini didasari oleh kepercayaan korban tentang pelaku yang memiliki posisi tinggi atau terhormat dalam satu tatanan masyarakat atau perusahaan.





[1] Helbert Edelhertz. 1970. The Nature, Impact, and Prosecution of White Collar Crime. Washington, DC: US Government Printing Office
[2] Helbert A. Bloch and Gilbert Geis. 1970. Man, Crime, and Society. 2nd Ed. New York: Random House. Hal. 307
[3]http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=124165:kasus-gayus-ditemukan-buktibaru&catid=14:medan&Itemid=27
[4] http://oktavita.com/malinda-dee-hot.htm
[5] http://www.kejari-jaksel.go.id/berita.php?news=366
[6] Gennaro F. Vito and Ronald M. Holmes. Op.cit. Hal. 383-384.
[7] Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1997),  h. 39.
[8] Gennaro F. Vito and Ronald M. Holmes. Op.cit. Hal. 383-384.

0 comments:

Posting Komentar

Open Panel

Label

Blogroll

Labels